Senin 14 Jul 2025

Notification

×
Senin, 14 Jul 2025

Iklan

Iklan

Masalah Multidimensi Pada Generasi, Benarkah Karena Pernikahan Dini?

10/27/2023 | 17:38 WIB Last Updated 2023-10-27T10:56:47Z
Guru dan Pegiat Literasi, Lilis Suryani). (Foto: Istimewa)



Oleh : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)

PADA- Saat ini menikah di usia dini dianggap sebagai masalah, saking seriusnya pemerintah sampai menggandeng beberapa Kementerian untuk turut menyelesaikan fenomena pernikahan dini yang marak dikalangan generasi.

Menurut pemerintah, pernikahan dini termasuk hal yang ilegal sebab melanggar aturan yang telah ditetapkan. Senada dengan yang diungkap oleh Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cianjur Ahmad Mutawali, saat merespon tingginya angka pernikahan dini di Cianjur. 

Menurutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika laki-laki dan perempuan sudah berumur 19 tahun.

"Pernikahan dini adalah akad nikah yang dilangsungkan pada usia di bawah kesesuaian aturan yang berlaku, di mana pria dan wanita sudah berumur 19 tahun," katanya.

Selain itu, pernikahan dini dianggap sebagai penyebab dari maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami perempuan, juga pemikiran pasangan yang lebih rentan karena belum matang hingga berakibat pada peningkatan perceraian, alat reproduksi yang belum stabil juga stunting.

Namun, benarkah begitu mengerikannya pernikahan dini ?

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, mencatat sepanjang 2021 ada 98.088 kasus perceraian di Jawa Barat hingga angka tersebut menyumbang 21,9%. Menurut BPS faktor utama penyebab perceraian pada 2021 ialah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Faktor penyebab lainnya karena alasan ekonomi, ada salah satu pihak yang meninggalkan pasangannya, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga poligami. Dari data BPS ini tidak menyebutkan bahwa tingginya kasus perceraian disebabkan faktor usia.

Kemudian terkait stunting, penyebabnya faktor multidimensi sehingga butuh penanganan multisektor. Kurangnya akses terhadap makanan bergizi, air bersih dan sanitasi, layanan kesehatan, dan pengasuhan yang tidak baik. Artinya, mau menikah dini atau menikah di atas usia 25 tahun sama saja.

Dari uraian singkat diatas dapat kita simpulkan bahwa narasi pernikahan dini sebagai biang masalah merupakan narasi yang perlu dikaji ulang. Atau kemungkinan lainnya adalah ada tujuan yang ingin dicapai pihak-pihak tertentu dengan mengaruskan isu pernikahan dini tersebut. Karena sungguh, penulis merasa aneh dan heran, ada banyak isu seperti stunting, pergaulan bebas, hamil di luar nikah, tingginya angka perceraian, tetapi mengapa semuanya digeneralisir seolah-olah sebagai akibat pernikahan dini?

Padahal, hakikatnya sumber masalah dari semua itu adalah kemiskinan struktural yang memunculkan dan mempertahankan kemiskinan kultural. Sebagai dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara berlepas tangan dari tanggung jawab melayani kepentingan rakyat dengan pelayanan prima.

Walaupun, tidak dinafikan ada sejumlah pernikahan dini yang memang menimbulkan permasalahan. Karena sebab terjadinya pernikahan pun tidak ideal, lebih dikarenakan hamil di luar nikah dan pergaulan bebas yang ditumbuhsuburkan oleh kehidupan liberal yang difasilitasi oleh sistem negara. Negara tidak punya kemampuan membersihkan konten media dan media sosial dari pemikiran, film, dan gambar yang menstimulasi rangsangan seksual.

Sungguh miris, justru negara membiarkan liberalisasi pemikiran, budaya dan sosial menginternalisasi kehidupan generasi. Inilah masalah yang seharusnya diketahui negara ketimbang menyalahkan pernikahan dini.

Jika merujuk pada pandangan Islam, maka Sistem Islam memiliki aturan pergaulan sosial yang komperhensif. Sehingga fenomena hamil diluar nikah dan pergaulan bebas tidak akan ditemui ( setidaknya kasusnya tidak banyak) pada negara berlandaskan pada syariat Islam yang diterapkan secara kaffah.

Hal oni dikarenakan diterapkannya pula sistem pergaulan laki-laki dan perempuan, ajaran Islam mewajibkan menutup aurat, melarang khalwat, melarang komunikasi yang tidak ada kebutuhan syar'i antara keduanya, juga mewajibkan untuk menundukkan pandangan, atau dengan kata lain melarang pacaran dan pergaulan bebas.

Didukung dengan kurikulum di sekolah dan pendidikan keluarga yang mampu menyiapkan anak yang sudah balig agar mampu menanggung taklif hukum yang menjadi tanggung jawabnya.

Bila dikorelasikan pada saat ini maka kurikulum PAI (dari SD, SMP, SMA) akan membahas tentang pernikahan dan aturan pergaulan sesuai Islam. Dengan demikian, menjadi urusan pemerintahlah menyiapkan kematangan anak agar siap menikah, bahkan memberi kemudahan menikah.

Kurikulum pendidikan pun membahas tentang pernikahan dan hal-hal terkait pernikahan. Pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat (mitsaqqan ghalizhan) untuk menaati perintah Allah. Melaksanakannya merupakan ibadah.

Rasululah saw. bersabda,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw. memuji dan menyanjung-Nya. Beliau bersabda, "Tetapi aku pun salat, tidur, puasa, berbuka, dan menikahi wanita-wanita. Siapa yang tidak suka dengan sunahku, maka ia tidak mengikuti jalanku." (Muttafaqun 'alaih).

Tujuan perkawinan adalah keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah, yaitu keluarga tenteram dan saling berkasih sayang karena Allah agar keturunannya lestari dalam ketakwaan.

Firman Allah dalam QS Ar-Rum: 21,
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

Dalam Islam, tidak ada batasan umur pernikahan. Artinya, berapa pun usia calon suami istri, tidak menghalangi sahnya pernikahan, bahkan usia belum balig sekalipun. Di dalam ilmu fikih, balig—jika dikaitkan dengan ukuran usia—adalah berkisar 15 tahun (laki-laki) dan 9 tahun (perempuan). Tidak tercapainya keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah bukan karena umur mereka yang masih dini, melainkan karena mereka tidak disiapkan secara matang untuk memasuki pernikahan.

Tak kalah pentingnya, ada media yang memberikan edukasi bagi masyarakat. Artinya, media mendidik dan menjadikan masyarakat makin bertakwa, bukan malah sering mempertontonkan pornografi-pornoaksi yang menjadikan nafsu seks masyarakat makin membara, terlebih remaja yang memang masanya pubertas. Negara harus melarang segala bentuk pornoaksi-pornografi dan hal-hal yang mendekati zina. Jika ada yang melanggar, harus mendapat sanksi yang menjerakan.
Terakhir, pemerintah wajib mengeluarkan aturan pergaulan dan haramnya zina, larangan mendekatinya, serta memberikan sanksi sesuai Islam. Dengan rincian sebagai berikut :

Pertama, bagi pezina yang belum menikah, wajib didera 100 kali cambuk dan boleh diasingkan selama setahun.
Firman Allah Swt. dalam (QS An-Nur [24]: 2),

الزّانِيَةُ وَالزّانى فَاجلِدوا كُلَّ وٰحِدٍ مِنهُما مِا۟ئَةَ جَلدَةٍ ۖ وَلا تَأخُذكُم بِهِما رَأفَةٌ فى دينِ اللَّهِ إِن كُنتُم تُؤمِنونَ بِاللَّهِ وَاليَومِ الءاخِرِ ۖ وَليَشهَد عَذابَهُما طائِفَةٌ مِنَ المُؤمِنينَ.

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."

Adapun dalil tentang diasingkan selama setahun adalah berdasarkan hadis Rasulullah saw.. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. menetapkan bagi orang yang berzina, tetapi belum menikah, diasingkan selama setahun dan dikenai had kepadanya. (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 30—32).

Kedua, bagi pezina yang sudah menikah, maka harus dirajam hingga mati.
Berdasarkan hadis Rasulullah saw. bahwa ada seorang laki-laki berzina dengan perempuan. Nabi saw. memerintahkan menjilidnya. Kemudian ada kabar bahwa ia sudah menikah (muhshan), maka Nabi saw. Pun memerintahkan untuk merajamnya.

Adapun sanksi orang yang termasuk memfasilitasi orang lain untuk berzina dengan sarana apa pun dan dengan cara apa pun, baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain, juga akan dikenakan sanksi. Menurut Islam, sanksi bagi mereka adalah penjara lima tahun dan hukum cambuk. Jika orang tersebut suami atau mahramnya, sanksinya diperberat menjadi 10 tahun. (Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 238).

Demikian solusi yang harus kita lakukan. Tidak ada jalan lain menyelamatkan negeri ini, kecuali kembali merujuk pada penerapan syariat Islam kafah agar negeri ini berkah, masyarakat sejahtera, dan bahagia dunia akhirat. (*)

×
Berita Terbaru Update