![]() |
Ketua Presidium JIM Cianjur, Alief Irfan. (Foto: Istimewa) |
SIGNALCIANJUR.COM- Jaringan Intelektual Muda (JIM) Kabupaten Cianjur mengendus (mencium) dugaan penjaringan bakal calon (Balon), soal pendamping desa 2025 yang diduga dikondisikan oleh salah satu Partai Politik (Parpol) tertentu.
Hal tersebut yang disoroti Ketua Presidium Jaringan Intelektual Muda (JIM) Kabupaten Cianjur, Alief Irfan,kepada awak media, Sabtu (19/9/2025)
Ia mengatakan berdasarkan surat edaran (SE) yang diduga, dikeluarkan oleh salah satu Parpol di Jawa Barat, yang berisi melakukan penjaring dan pendataan daftar nama bakal calon peserta seluruh dokumen yang diperlukan daerah masing-masing.
"Memasukan nama bakal calon beserta ceklis kelengkapanya ke dalam file MS exsel, format terlampir," katanya.
Kemudian, masih diutarakan dia, dokumen persyaratan bakal calon dibuat dalam satu folder google drive. Dan, melaporkan bakal daftar calon ke sekertariat salah satu parpol.
"Itu lambatnya diduga 8 september 2025," tegas Alief.
Kami jaringan Intelektual Muda menyayangkan adanya dugaan praktek tersebut karena netralitas mereka diatur melalui Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri yang menjadi dasar kontrak kerja mereka. "Alief irfan"
Ketua Presedium JIM Kabupaten Cianjur juga menyampaikan Peraturan Menteri Desa (Permendesa PDTT) aturan main bagi pendamping desa tertuang dalam beberapa Permendesa, seperti Permendesa PDTT nomor 18 tahun 2019 tentang pedoman umum pendampingan masyarakat desa, kemudian diubah dengan Permendes PDTT nomor 19 tahun 2020.
"Nah! Regulasi yang lebih baru, Permendesa PDTT nomor 3 tahun 2025 tentang pedoman umum pendampingan masyarakat desa," jelasnya.
Alief menegaskan bila dilihat dari sisi regulasi, tidak ada satu undang-undang pun yang secara eksplisit dan tegas melarang pendamping desa untuk berpolitik praktis, tidak seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), meskipun tidak ada larangan eksplisit.
"Namun dalam Permen Kemendesa PDTT menerapkan kebijakan menuntut netralitas. Hal ini terbukti dari kasus pemberhentian TPP yang maju sebagai caleg," katanya.
Masih ujarnya, kementerian berargumen bahwa keterlibatan dalam politik praktis akan menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu profesionalisme kerja.
"Pejabat kementerian sering menyatakan bahwa jika pendamping ingin berpolitik, mereka harus mengundurkan diri," kata Alief.
Ia menambahkan dalam waktu dekat pihaknya akan turun aksi ke dinas DMPD daerah dan Jawa barat, guna hal-hal posisi pendamping desa yang secara khitohnya, strategis dalam memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa sangat rentan disalahgunakan kepentingan elektoral, bila berafiliasi dengan partai politik tertentu.
"Hal ini dikhawatirkan dapat memengaruhi alokasi sumber daya dan program desa," tutup Alief. (Red/*)