Para petani dan mahasiswa saat unras dan diterima audensi dengan jajaran BPN Cianjur. (Foto: Mamat Mulyadi/Radar Bangsa) |
SIGNALCIANJUR.COM- Operasi bank tanah terus dipaksakan di Desa Batulawang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat berpotensi diduga menggagalkan upaya penyelesaian konflik agraria Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang telah diusulkan masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan koordinator lapangan (Korlap) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Kabupaten Cianjur, Syamsudin, saat dikonfirmasi awak media usai unjuk rasa (Unras) dan diterima langsung audensi dengan jajaran BPN Cianjur, Rabu (3/7/2024).
"Padahal, lokasi usulan masyarakat tersebut telah menjadi priroritas penyelesaian konflik agraria oleh pemerintah," katanya.
Dijelaskannya, petani selama ini telah memperjuangkan hak atas tanah mereka terancam kehilangan tanah, sebab dipatok oleh bank tanah.
"Alih-alih konflik yang mereka hadapi selesai dan mendapat pengakuan dari negara," ujar Syamsudin.
Lebih lanjut ia mengungkapkan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Pemersatu Petani Cianjur (PPC) telah berulangkali mengingatkan pemerintah bahwa keberadaan bank tanah di Desa Batulawang karena berpotensi menggagalkan penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah kepada masyarakat.
"Namun di lapangan, masih dibeberkan Syamsudin, bank tanah bersikukuh terus melanjutkan operasinya dan melakukan intimidasi kepada para petani," tegas Korlap KPA Kabupaten Cianjur.
Terbaru, hal sama diutarakan Syamsudin, bank tanah kembali melakukan upaya penggusuran melalui pematokan paksa di areal pemukiman dan garapan petani Desa Batulawang yang merupakan eks HGU PT. Maskapai Perkebunan Moelya (MPM).
"HGU PT. MPM sejatinya telah habis sejak 2022, dan bahkan sudah ditelantarkan sejak tahun 1998," terang dia.
Hal ini ditegaskan dalam hasil kegiatan Inventarirasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kantor Pertanahan Cianjur tahun 2019.
Artinya, PT. MPM tidak lagi memiliki hubungan hukum terhadap eks HGU yang telah digarap oleh masyarakat tersebut. Dan, hentikan operasi ilegal bank tanah di lokasi prioritas reforma agraria Cianjur
Anehnya, ia menyambungkan, pada 2022, Menteri ATR/BPN waktu itu, Hadi Tjahjanto mengeluarkan Surat Nomor TU.03.03/1602/IX/2022, memutuskan bahwa eks HGU PT. MPM seluas 1.020,8 hektar di Desa Batulawang, Cianjur dihapus dari basis data tanah terindikasi terlantar.
"Nah! Itu untuk kemudian diberikan HPL bank tanah di atasnya," ujar Syamsudin.
Terakhir, ia menambahkan dengan HPL tersebut, bank tanah didukung oleh Pemda Cianjur, Kanwil ATR/BPN Jawa Barat dan Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Kementerian ATR/BPN menghidupkan kembali HGU PT. MPM dan memberikan tanah seluas 50 hektar kepada pihak terkait.
"Nah! Sisanya, tanah tersebut dialokasikan untuk PT. Sentul City Tbk dan PT Buana Estate. Termasuk juga, pembangunan pondok pesantren (Pontren) dan villa. Kedua pemilik ini terafiliasi dengan PT. MPM," tutup Syamsudin.
Terpisah, Kepala BPN Kabupaten Cianjur Sitti Hafsiah mengatakan aspirasi disampaikan massa aksi akan ditampung dulu. Dan, selanjutnya akan disampaikan ke pimpinan tentunya.
"Nah! Makanya kita terima untuk audensi secara langsung," tegasnya.
Kelapa BPN Kabupaten Cianjur Sitti Hafsiah menjelaskan para penggarap (petani) memang di situ sudah menduduki berdasarkan pengakuannya katanya lebih dari 30 tahun.
"Tapi yang jelas fisik di lapangan di situ yang sudah terbangun rumah-rumah," papar dia.
Lebih lanjut ditegaskan Sitti, rumah tersebut ada yang permanen dan semi," ujarnya.
Masih diutarakan dia, itu menurut laporan dari desa (pak kades) setempat ada sekitar 340 KK di situ. Dan, memang warga selain menggarap juga membangun rumah tinggal begitu.
"Tuntutan mereka tidak mau dipindahkan," ucap Sitti.
Hal sama diungkapkan dia, karena reformasi agraria ini bekas HGU di blok 15 dan 20 PT. MPM. Sementara yang ditempati itu di bekas HGU 109, warga (penggarap) tidak mau pindah karena sudah ada rumah jadi bingung mau tinggal di mana.
"Sementara kelompok petani yang lain mereka cuman garap. Jadi dipindahkan tidak masalah begitu," terang Kepala BNP Kabupaten Cianjur.
Ia memaparkan lebih lanjut, jadi Pekerjaan Rumah (PR) pihaknya yang masih mengganjal untuk menyelesaikan, jadi kalau disampaikan luas sekitar 93 hektar masih mau tetap di situ, dan sudah disampaikan melalui audensi secara riel (jelas) dan terbuka hal ini menjalan surat pak menteri.
"Tapi mungkin karena memang mereka keberatan akan kami sampaikan mengenai hal itu," janji Sitti.
Terakhir, ia menambahkan, PT MPM itu berakhir 2022 kemarin, artinya HGU telah selesai memang hal tersebut HGU dulu kebun teh ya! Tapi kemudian karena pailit alias bangkrut pada 2010 itu keseluruhan HGU itu sudah diusahakan oleh pihaknya.
"Jadi memang sempat masuk para penggarap ke situ karena tidak diharap oleh punya perkebunan," tutup Sitti. (Red/*)