Massa unras HIMAT saat aksi di Perum Bulog Cianjur. (Foto: SignalCianjur) |
SIGNALCIANJUR.COM- Teorinya, guyuran beras dalam jumlah masif membuat angka ketersediaan meningkat dan harga menurun.
Hal tersebut yang disoroti salah satu koordinator lapangan (Korlap) massa aksi dari Himpunan Mahasiswa Tjiandjur (HIMAT), Alief, saat unjuk rasa (Unras) di Kantor Bulog Sub Divre Cianjur, Jala. Dr Muwardi, Selasa (12/9/2023).
"Seharusnya perum Bulog cianjur telah menjalankannya oprasi beras masuk ke pasar dari sekrang," katanya.
Namun tetap saja, masih diutarakan Alief, acuh tak acuh, penyebabnya ada tiga. Pertama, volume yang terlampau kecil. Cianjur, misalnya, kebagian 10.000 ton. Dan, jumlah ini bahkan tidak cukup untuk menambal defisit persediaan di Pasar Induk Beras Cianjur.
"Saat ini stok harian di sana tidak jelas ada berapa ton jauh di bawah angka normal per hari," terang dia.
Hal senada masih paparnya, pemerintah dan Perum Bulog Cianjur tak punya amunisi yang cukup untuk melawan pasar. Sebab, stok tak tiris. Dan, Kedua, sudah volumenya kecil, operasi pasar pun disinyalir tak tepat sasaran.
"Tiga dari empat provinsi penerima terbanyak merupakan daerah surplus beras yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan," jelas Alief.
Sulawesi Selatan misalnya, masih disampaikan dia, kelebihan stok 2 juta ton, tapi diberi 152 ribu ton cadangan beras pemerintah pada tahun lalu. Dan, penyebab ketiga operasi pasar tak bergigi adalah mekanismenya. Cara Bulog melepas stok beras ke pedagang-pedagang besar, alih-alih ke masyarakat, berisiko besar. Harganya Rp 8.300 per kilogram.
"Pedagang besar menjual kembali ke pedagang kecil sebelum bisa dibeli masyarakat, Menunjuk pedagang di operasi pasar, yang bertujuan menurunkan harga, merupakan sesat logika," ujar salah satu mahasiswa ternama di Cianjur ini.
Sambungnya, tak mungkin masyarakat bisa membeli sesuai harga eceran tertinggi Rp 9.450 per kilogram, di saat pedagang besar membeli beras yang mereka beli dari Bulog tersebut Rp 9.500 per kilogram ke pengecer. Walhasil, tetap saja masyarakat membeli beras medium Rp 12 ribuan per kilogram.
"Ada pun negara merugi. Sebab, operasi pasar itu menggunakan beras yang Bulog beli dari petani dengan harga beras komersial, Rp 10.200 per kilogram, pada akhir tahun lalu," beber Alief.
Terakhir, ia menambahkan maka dengan itu mengindikasi adanya kelalaian pimpinan cabang perum bulog cianjur, kedua PT. CMB tidak memenuhi syarat administrasi tetapi masih mendapatkan pasokan beras yang banyak, pemimpin Perum Bulog Cianjur menjalankan tugas dalam pengadaan gabah tidak mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan gabah/beras dalam negeri dan PT MCB.
"Artinya diduga tidak memenuhi komitmen pembelian/penyerapan gabah sebanyak 2.000 ton atau hanya terealisasikan sebanyak1.321,60 ton," tutupnya.
Sementara, soal kenaikan harga beras Himpunan mahasiswa Tjiandjur (HIMAT) menyoroti dengan indikasi (dugaan) hasil temuan advokasi ke lapangan meuntut diantaranya usut tuntas indikasi gratifikasi, segera lakukan operasi pasar, sanksi para oknum yang memberikan pasokan beras ke PT yang tidak sesuai syarat, segera ganti pimpinan Perum Bulog Cabang Cianjur. Dan, usut tuntas PT yang tidak sesuai komitmen pembelian/penyerapan. (Red)