Notification

×

Iklan

Iklan

Polemik Yayasan Unsur Cianjur, Begini Tuntutan dan Harapan Mahasiswa

7/15/2023 | 15:50 WIB Last Updated 2023-07-15T18:11:02Z

Universitas Suryakancana (Unsur) Kabupaten Cianjur. (Foto: Istimewa)


SIGNAL // CIANJUR- Paulo freire dalam bukunya "Pendidikan Kaum Tertindas", disebutkan bahwa pendidikan pada dasarnya sarana pembebasan, karena itu pendidikan haruslah berwatak humanisasi.

Hal tersebut diungkapkan Jenderal lapangan (Jenlap) Aliansi Mahasiswa Unsur Bersatu (AMUB) Alief Irfan, kepada insan media melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (15/7/2023).

"Masih oleh Paulo Freire dalam buku sekolah kapitalisme yang licik juga disebutkan ketika pendidikan khususnya pendidikan tinggi sudah berada di level pembahasan tentang mempertahankan kekuasaan," terangnya.

Maka itu, ia mengatakan, segala lini dari pendidikan itu hanya berisi dengan penghisap dan penindasan, karena ada satu pihak yang superpower ingin mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara. Jika benar seperti apa yang pernah ditulis oleh Paulo freire tersebut.

"Nah! Tentunya sangat kita sayangkan bahwa pendidikan di perguruan tinggi sudah melompat jauh kebelakang, kembali kepada watak feodalisme dan kolonialisme," bilang Alief.

Ketika hal tersebut terjadi, masih ujarnya, maka setiap gerak mahasiswa akan dikekang dengan kata "etika", benar memang bahwa diatas ilmu dan hukum ada etika. Namun, etika dikalangan feodal dibentuk sedemikian rupa menjadi alat kekangan, sopan santun menurut mereka, dan haruslah menaruh hormat kepada mereka, atau dengan kata lain dibentuk menjadi searah.

"Sehingga hal ini hanya menguntungkan mereka yang berada diatas dan berkuasa serta mempermudah mereka untuk mempertahankan kekuasaan. Hal inilah kemudian membuat ketidakseimbangan," katanya.

Ia menyambungkan, banyak dapati karakter kuat yang dimiliki oleh mahasiswa. Namum, oleh mereka para birokrasi telah menganulir hal tersebut, rektorat menekan pihak dekanan, dekan menekan prodi. Sehingga, prodi menekan mahasiswa yang memiliki karakter kuat.

"Pada dasarnya karakter seperti itulah yang dicita-citakan oleh pendahulu," papar Alief.

Hal senada masih bebernya, dengan opini tersebut dari AMUB memohon untuk ketua yayasan agar tidak menjadikan yayasan sebagai feodal.

"Tapi harus menjadikan yayasan Unsur Cianjur sebagai humanisme dari yayasan, rektor, dekan hingga mahasiswa," harapnya mewakili mahasiswa.

Ia menambahkan, pihaknya juga merekomendasikan untuk Ketua Yayasan Unsur Cianjur diantaranya turunkan Uang Kuliah Tunggal (UKT), berikan surat perjanjian untuk mahasiswa belum bisa membayar UKT untuk mengikuti UTS/UAS, perdayakan dan support kegiatan organisasi intra kampus.

"Segera perbaiki fasilitasi sekertariat oramawa tingkat univ dan fakultas. Dan, percepat unsur dari PTS sampe PTN," tutup Alief. 

Terpisah, saat dikonfirmasi sebelumnya oleh awak media, anggota Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Suryakancana Kabupaten Cianjur, Firman Mulyadi mengatakan, kalau bicara soal kepengurusan yayasan di Unsur Cianjur katakanlah dari kaderisasi partai atau elit parpol. Dan, memang dari dulu itu 10 tahun ke kebelakang itu fakta begitu.

"Jadi, kenapa? Ya, karena yayasan Unsur Cianjur itu yang punya Pemerintah Daerah (Pemda)," tegasnya.

Jadi, Masih ujar Firman menjelaskan, ketua pembina yayasan eksoktisio Sekertaris Daerah (Sekda) dan otomatis seperti itu. Nah! Siapapun sekdanya dia menjadi ketua pembina yayasan tersebut, karena dirinya mengalami sendiri (pak Maskanah).

"Nah! Kalau ketua dulu jaman dirinya masih mahasiswa ketua itu Kabag Hukum Pemda Cianjur, Irman Idrus (almarhum)," bebernya.

Kemudian, ia lebih lanjut menyampaikan, setelah itu ketua diganti ibu Yana Rostiana (sama istri bupati). Lalu, 10 tahun terakhir pak Cecep periode kedua sepertinya, pas pak Irvan (anaknya) periode pertama diperpanjang lagi sampai kemarin. Bila melihat sejarah, yayasan itu pasti diisi oleh (bukan pasti tapi sudah biasa) oleh elite partai. Kalau dulu mungkin istri ketua partai, kalau saat ini langsung ketua partainya.

"Nah! Kemarin atau saat ini digantilah ketua yayasan sama teh Susi. Dan, memang kebetulan ketua parpol," ujar Firman.

Bila melihat sejarah, ungkap Firman, yayasan itu pasti diisi oleh (bukan pasti tapi sudah biasa) oleh elite partai, kalau dulu mungkin istri ketua partai.

"Nah! Kebetulan saat ini langsung ketua partainya," ucapnya.

Soal double job, masih ditergaskan Firman, jadi Permendikbud itu yang dimaksud tidak boleh ada Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti Kemendikbudristek nomor 3 tahun 2021 tentang "Larangan Rangkap Jabatan Organ Yayasan", dalam konteks pengurus yayasan saya pembina dan tidak boleh jadi dosen atau jadi PD1, PD2 atau PR1 atau jadi kasubag. Jadi dalam kerangka itu, tapi kalau misalnya pengurus yayasan di Unsur Cianjur, itu kerja di Bank Mandiri (BUMD/BUMN) itu tidak apa-apa, atau dirinya pengurus partai, direktur hukum di salah satu partai hal sama itu tidak apa-apa.

"Kalau posisi jadi anggota dewan posisi hal sama gak jadi masalah," ucapnya.

Ia menambahkan, gak ada undang-undang dan peraturan diatur oleh ketua saat ini, dan pengurus lainnya termasuk dirinya terkecuali mengajar dosen itu sebagai pembina atau pengurus itu gak boleh. Dan, perlu digarisbawahi pengurus yayasan tidak boleh menerima gaji.

"Polemik pasti ada. Dan, memang ketua yayasan itu harus punya akses terhadap kekuasaan biar pembangunan lancar," tutup Firman. (Red)



×
Berita Terbaru Update