Notification

×

Iklan

Iklan

Urgensi Penguatan Mental Generasi

11/07/2025 | November 07, 2025 WIB Last Updated 2025-11-07T05:17:37Z

Ilustrasi urgensi penguatan mental generasi. (Foto: SignalCianjur)

SERANGKAIAN - Insiden bunuh diri belakangan ini mengejutkan publik, terbaru  kasus bunuh diri terjadi di Kota Bandung. Mirisnya korban insiden bunuh diri di Flyover Pasupati tersebut ternyata remaja 19 tahun. Sebulan sebelumnya, yaitu pada bulan Oktober, dua anak juga ditemukan meninggal diduga akibat bunuh diri di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 

Pada skala nasional pun tak kaah memprihatinkan, dua siswa sekolah menengah pertama di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, ditemukan bunuh diri di sekolah selama Oktober 2025 ini. 

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara oleh kepolisian, tidak ada dugaan tindakan bullying dalam kedua kasus ini. Siswa korban Bagindo ditemukan tergantung di ruang kelas, Selasa (28/10/2025) siang, sedangkan Arif ditemukan tergantung di ruang OSIS.

Terkait maraknya kasus bunuh diri, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, mengungkapkan data mengkhawatirkan dari program pemeriksaan kesehatan jiwa gratis yang menunjukkan lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental. Data ini diperoleh dari sekitar 20 juta jiwa yang sudah diperiksa.

Menyoal angka bunuh diri yang meningkat di kalangan pelajar, tentu harus menjadi perhatian semua pihak dan perlu dicermati. Rupanya, tidak semua bunuh diri ini disebabkan bullying seperti yang banyak disangkakan selama ini kepada korban bundir dari pelajar dan remaja. Fakta ini lebih menggambarkan bahwa kepribadian yang rapuh pada remaja merupakan faktor yang mendorong mereka melakukan bunuh diri.

Adapun, kerapuhan kepribadian anak mencerminkan lemahnya dasar akidah anak. Hal ini disinyalir merupakan implikasi dari pendidikan sekuler yang hanya sekedar mengejar prestasi fisik dan mengabaikan pengajaran agama. Agama hanya diajarkan secara teori tapi tidak meninggalkan pengaruh yang menjasad pada anak.

Paradigma batas usia anak pun cukup berpengaruh. Indonesia yang berkiblat pada pendidikan barat, menentukan batas usia anak yang sebenarnya tidak sinkron dengan ajaran agama. Pendidikan Barat menganggap anak baru dewasa ketika berusia 18 tahun. Sehingga sering kali anak sudah balig namun masih diperlakukan sebagai anak dan tidak dididik untuk menyempurnakan akalnya.

Sejatinya, bunuh diri adalah puncak dari gangguan kesehatan mental. Gangguan mental adalah buah berbagai persoalan yang terjadi, mulai dari kesulitan ekonomi, konflik orang tua termasuk perceraian, hingga tuntutan gaya hidup, dan sebagainya. Hal ini akibat penerapan sistem kapitalisme. Berbagai faktor tersebut termasuk faktor non klinis yang mempengaruhi gangguan mental.
Selain itu, paparan media sosial terkait bunuh diri dan komunitas sharing menjadi faktor pendorong lain para remaja melakukan bunuh diri. Maka, peru ada upaya sistemik untuk mencegah berulangnya kasus bunuh diri, baik dari kalangan anak-anak, remaja ataupun dewasa.

Sistem Pendidikan Islam Adalah Solusi

Islam sebagai way of live atau arah pandang kehidupan, mempunyai seperangkat mekanisme untuk menjaga eksistensi generasi. Salah satunya melalui pengokohan bidang pendidikan sebagai upaya terstruktur untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi
Islam menjadikan dasar pendidikan dalam keluarga, sekolah dan seluruh jenjang pendidikan adalah akidah sehingga anak memiliki kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi setiap kesulitan. Dengan akidah yang kuat terkait kepercayaan kepada Allah SWT beserta takdirnya akan menjauhkan seseorang dari stress dan gangguan mental. 

Sementara itu, tujuan sistem pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga pada diri siswa terbentuk kepribadian Islam.

Dalam Islam ketika balig anak juga diarahkan untuk aqil sehingga pendidikan anak sebelum balig adalah pendidikan yang mendewasakan dan mematangkan kepribadian Islamnya. Sebagai realisasi hadits dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
"Diangkatlah pena (dosa) dari tiga golongan: (1) orang yang tidur hingga ia bangun; (2) anak kecil hingga dia ihtilaam; (3) dan orang gila hingga dia berakal (sembuh)." (HR. Abu Dawud 4402, Tirmidzi no. 1423, An-Nasa'i no. 3432, Ibnu Majah no. 2041, shahih)

Jika seseorang sudah mencapai usia baligh maka negara dan seperangat aturannya mendorong setiap individu musim untuk terikat dengan aturan Allah SWT.
Penerapan Islam mencegah terjadinya gangguan mental, sekaligus menyolusi persoalan ini secara tuntas, karena Islam mewujudkan kebaikan pada aspek non klinis, seperti jaminan kebutuhan pokok, keluarga harmonis, juga arah hidup yang benar sesuai tujuan penciptaan.
Begitupun dengan kurikulum Pendidikan Islam, memadukan penguatan kepribadian Islami (karakter) dengan penguasaan kompetensi ilmu. Sehingga murid mampu menyikapi berbagai persoalan kehidupan dengan cara syar'iy. Ia tidak akan rapuh dan mudah berputus asa, sebaiknya ia akan semangat menjalani kehidupannya sebagai bentuk ibadah kepada sang Maha pencipta. (*)


Oleh : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)
×
Berita Terbaru Update