Notification

×

Iklan

Iklan

For ABC: Pemangkasan Insentif Pesan Keliru, Jasa Guru Ngaji Harus Dihargai

9/09/2025 | September 09, 2025 WIB Last Updated 2025-09-09T01:33:40Z
Ilustrasi karikatur efisiensi kebijakan gagal paham. (Foto: For ABC)

SIGNALCIANJUR.COM- Forum Arus Bawah Cianjur (For ABC) menyikapi soal dasar hukum Perbup diduga rapuh. Surat Edaran (SE) Mendagri dijadikan alasan hanya mengatur hibah kepada lembaga negara, bukan bantuan sosial individu seperti insentif guru ngaji. 

Ketua Presidium Forum Arus Bawah Cianjur (For ABC), Asep Toha mengatakan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 pun hanya membatasi belanja honorarium pejabat dan tim, bukan bantuan sosial. Bahkan, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2025 secara tegas membedakan insentif dari honorarium. Honorarium adalah bayaran atas tugas tambahan pejabat, sementara insentif guru ngaji adalah bantuan sosial untuk kesejahteraan masyarakat. 

"Menyamakan keduanya adalah kesalahan serius," tegasnya melalui keterangan tertulisnya kepada awak media, Selasa (9/9/2025).

Lebih dari itu ia menyebutkan tak heran jika Perbup 18/2025 bukan hanya tidak populer, tetapi juga cacat hukum. Secara materiil, ia melanggar Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang menegaskan perlindungan hak masyarakat. 

Asto juga menyampaikan bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mewajibkan pemerintah daerah mendukung pendidikan, serta melanggar amanat Pasal 31 UUD 1945 tentang hak warga negara atas pendidikan. Secara formil, cacatnya semakin nyata. Guru ngaji, pihak terdampak utama, tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan Perbup ini. 

"Padahal Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 jelas mewajibkan partisipasi publik," jelas Asto.

Lebih buruk lagi, menurut dia, dasar hukum Perbup ini hanyalah instruksi dan surat edaran, dokumen teknis yang tidak memiliki kekuatan untuk membatasi hak warga negara, dalam hierarki hukum, Perbup berada di tingkat bawah dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, apalagi konstitusi.

"Nah! Dampak kebijakan ini jauh melampaui angka nominal," ujar Asto.

Ia juga menyampaikan meruntuhkan semangat para guru ngaji dan melemahkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Cianjur. Efisiensi yang salah sasaran ini ibarat mematikan lampu penerang rumah demi menghemat listrik tanpa sadar.

"Bahwa kegelapan yang timbul justru lebih merugikan," ucap Asto.

Secara hukum, masih dikatakan dia, Perbup ini bisa dibatalkan. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberi dasar pencabutan peraturan yang melampaui kewenangan, bertentangan dengan aturan lebih tinggi, atau merugikan masyarakat. 

"Bahkan Pasal 53 UU Nomor 5 Tahun 1986 membuka jalan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan kata lain, Bupati Cianjur tidak hanya menghadapi kritik moral, tetapi juga ancaman gugatan hukum," terang Asto.

Sambungnya, harus diingat dan digarsbawahi adalah, Efisiensi sejatinya memangkas pengeluaran tidak produktif, bukan merampas hak masyarakat kecil.

"Bupati Cianjur seharus segera mencabut Perbup 18/2025," ujar Asto.

Asto juga mengatakan mengembalikan jumlah penerima, besaran insentif, dan mekanisme penyaluran yang adil adalah langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan publik dan menegakkan prinsip negara hukum di daerah. 

"Jika tidak sejarah akan mengingat kebijakan ini sebagai bukti jauhnya jarak antara meja birokrasi dengan para kyai dan asatid," imbuhnya.

Ia menambahkan efisiensi tanpa empati hanyalah penghematan yang gagal paham. Guru ngaji bukan beban, melainkan aset moral bangsa. Menghormati mereka berarti menjaga masa depan generasi. Kebijakan publik memangkas hak guru ngaji bukan efisiensi, tapi pengabaian terhadap nurani dan konstitusi.

"Mari kita bela guru ngaji yang selama Ini diam dan tak berdaya," tutup Ketua Presidium Forum Arus Bawah Cianjur (For ABC). (Red/*)




×
Berita Terbaru Update